Meskipun banyak negara di seluruh dunia telah membuat kemajuan yang signifikan dalam hal akses ke air bersih, sanitasi, tingkat vaksinasi, nutrisi, penurunan angka kematian bayi, perpanjangan umur, dan teknologi perawatan kesehatan, banyak yang masih kekurangan dasar-dasarnya. Sebagian besar dari kekurangan ini memengaruhi negara-negara dengan PDB atau Produk Domestik Bruto yang rendah, di mana sebagian besar warganya hidup dalam kemiskinan.

Kekurangan Gizi: Makronutrien vs. Mikronutrien

Malnutrisi dapat terjadi akibat kekurangan dua jenis gizi, yakni makronutrien dan mikronutrien.

Makronutrien

Makronutrien meliputi protein, lemak, dan karbohidrat yang diperlukan untuk kesehatan dan kelangsungan hidup secara keseluruhan. Pada dasarnya, setiap makanan yang kita konsumsi terdiri dari ketiga hal tersebut dalam proporsi yang berbeda.

Protein terbuat dari asam amino dan merupakan pembentuk otot dan enzim kita. Sebagian disebut "esensial", artinya kita hanya bisa mendapatkannya dari makanan. Sebagian lagi disebut "nonesensial" atau dapat diproduksi oleh tubuh kita.   

Lemak diperlukan untuk kesehatan otak, integritas sel, dan sintesis hormon. Lemak tertentu disebut "asam lemak esensial" karena kita hanya bisa mendapatkannya dari makanan.  

Terakhir, ada karbohidrat, yang pada akhirnya terurai menjadi glukosa untuk bahan bakar tubuh. Ironisnya, ini tidak dikatakan esensial karena tubuh dapat memproduksi glukosa dari asam amino dan protein saat tidak ada dalam makanan. Karbohidrat tinggi serat (yaitu, kale, sayuran) tidak dipecah menjadi glukosa. Namun, karbohidrat bertepung (yaitu, kentang) dapat dengan mudah terurai menjadi glukosa.

Mikronutrien

Mikronutrien merupakan vitamin dan mineral yang diperlukan oleh tubuh. Mikronutrien tidak dapat diproduksi dan harus dikonsumsi. Saat kekurangan mikronutrien, seseorang dapat mengalami masalah kesehatan yang mengancam jiwa. Ada banyak mineral mikro yang membantu hormon dan enzim tubuh berfungsi secara normal.

Menurut Organisasi Kesehatan Dunia (WHO), 45% kematian pada anak-anak di seluruh dunia disebabkan oleh kekurangan gizi. Negara-negara berkembang adalah yang paling terpengaruh.  

Kekurangan makronutrien (protein, lemak, dan karbohidrat) menyebabkan pengecilan otot, kekurangan mikronutrien di bawah ini juga merupakan kontributor utama kesehatan yang buruk dan itulah yang akan kita bahas di blog ini. 

Di seluruh dunia, folatvitamin Azat besiyodium, dan seng merupakan defisiensi yang paling umum. Untungnya, kelimanya juga merupakan nutrisi yang paling murah dan paling mudah untuk diisi ulang, jadi memastikan asupan yang cukup dapat dilakukan jika ada upaya bersama. 

1. Folat (Vitamin B9)

Folat merupakan vitamin penting yang larut dalam air untuk pembelahan sel yang sehat dan perkembangan saraf yang tepat. Folat diperlukan untuk menghasilkan DNA, RNA, dan asam amino secara memadai. Asam folat merupakan bentuk umum vitamin B9 yang ditambahkan ke dalam multivitamin dan makanan. Kata folat berasal dari "dedaunan," acuan untuk sayuran berdaun hijau dan makanan nabati, di mana kandungan folat di dalamnya sangat berlimpah. 

Di Amerika Serikat, hingga 20% remaja putri tidak mendapatkan asam folat dalam jumlah yang cukup. Sebuah penelitan dari European Journal of Clinical Nutrition pada tahun 2017 menunjukkan hingga 85% wanita di Inggris Raya yang berusia 16-49 tahun berisiko mengalami defisiensi folat. Pria dan wanita dari Asia, Eropa, Afrika, dan Timur Tengah memiliki risiko yang lebih besar.

Menurut sebuah penelitian tahun 2018 di JAMA Psychiatry, asupan asam folat ibu dapat mengurangi risiko autisme pada bayi. Vitamin pranatal mengandung folat dan, bila dikonsumsi, dapat membantu mencegah cacat tabung saraf serta bibir dan langit-langit mulut sumbing pada bayi. Menurut beberapa profesional kesehatan, wanita usia subur harus mengonsumsi folat secara rutin.

Faktor Risiko Defisiensi Folat

  • Diet rendah sayuran berdaun hijau
  • Obat-obatan tertentu (triamterene, obat methotrexate, beberapa obat kejang)
  • Asupan alkohol rutin atau berlebihan
  • Sindrom malabsorpsi (usus bocor, penyakit seliak, penyakit Crohn, kolitis ulseratif)

Gejala Defisiensi

  • Cacat tabung saraf pada bayi (jika ibu kekurangan folat selama pembuahan dan awal kehamilan)
  • Gangguan saraf dan neuropati
  • Depresi
  • Anemia, megaloblastik
  • Gangguan saraf dan penurunan daya ingat
  • Peningkatan homosistein (peningkatan risiko serangan jantung, stroke, dan pembekuan darah)
  • Peningkatan risiko kanker tertentu (usus besar, paru-paru, pankreas, kerongkongan, dan kandung kemih)

Makanan Sumber Folat

  • Sayuran (bayam, kale, kol)
  • Daging sapi dan ayam
  • Kacang polong, buncis, dan lentil
  • Kacang-kacangan (kacang hazel, kacang kenari, kacang tanah)
  • Biji-bijian (biji rami, biji chia, biji bunga matahari)
  • Telur

Cara Mengatasi Defisiensi Asam Folat

Saat makanan tidak memberikan cukup folat, pertimbangkan untuk mengonsumsi suplemen folat atau asam folat. Hal ini sangat penting bagi wanita usia subur. Folat dapat dikonsumsi sebagai suplemen terpisah, bagian dari vitamin B kompleks, atau sebagai bagian dari multivitamin berkualitas atau vitamin pranatal. Dosis minimum folat adalah 400 mcg, dan jarang dianjurkan lebih dari 1.000 mcg. Ini sangat penting bagi ibu hamil dan menyusui untuk membantu memastikan anak-anak memiliki kadar yang mencukupi.

2. Vitamin A

Vitamin A merupakan nutrisi pembangkit tenaga, akan tetapi ini menjadi defisiensi vitamin yang paling umum di seluruh dunia. Vitamin A merupakan antioksidan ampuh yang berasal dari dua sumber. Pada tumbuhan tertentu, terdapat beta karoten, yakni prekursor vitamin A. Tubuh kemudian mengubahnya menjadi vitamin D. Dalam daging, ada vitamin A yang sudah terbentuk sebelumnya, yang siap digunakan setelah dikonsumsi.  

Ketika asupan vitamin A dalam makanan seseorang tidak memadai, hasilnya bisa menjadi bencana, terutama pada anak-anak. Vitamin A sangat penting untuk membentuk penglihatan yang sehat, kekuatan sistem imun, dan reproduksi di masa depan. Menurut WHO, lebih dari 250 juta anak usia prasekolah di seluruh dunia mengalami defisiensi. Lebih jauh lagi, kebutaan akibat defisiensi vitamin A memengaruhi 2,8 juta anak balita. Saat seseorang kekurangan vitamin A, kornea menjadi kering, mengakibatkan kerusakan kornea dan retina. 

Wanita yang sedang hamil dan kekurangan vitamin A berisiko mengalami rabun senja, sedangkan janin tanpa kadar vitamin A yang cukup pada ibu berisiko mengalami masalah perkembangan. 

Faktor Risiko Defisiensi Vitamin A

  • Diet rendah susu, keju, dan telur
  • Kurangnya asupan buah-buahan (paprika merah, labu, tomat, aprikot, blewah, mangga)
  • Rendahnya asupan sayuran ini (ubi jalar, wortel, bayam, brokoli)
  • Rendahnya asupan daging hati dan makanan laut tertentu (tenggiri Amerika, salmon, tuna sirip biru)

Banyak makanan nabati mengandung beta karoten (pro-vitamin A), prekursor vitamin A. Karotenoid ini, demikian sebutannya, memainkan peran penting bagi kesehatan secara menyeluruh.

Gejala Defisiensi Vitamin A

  • Kebutaan dan rabun senja
  • Diare
  • Kulit kering dan bersisik
  • Pertumbuhan dan perkembangan yang buruk (pada anak-anak)
  • Peningkatan risiko infeksi
  • Peningkatan risiko keguguran 

Cara Mengatasi Defisiensi Vitamin A

Mengonsumsi vitamin A yang cukup dari makanan lebih disukai. Namun, ini tidak selalu memungkinkan bagi kebanyakan orang di seluruh dunia. 

Oleh karena itu, mengonsumsi multivitamin berkualitas yang mengandung vitamin A sangatlah penting; dalam beberapa kasus, suplemen vitamin A terpisah mungkin diperlukan. 

Toksisitas vitamin A dapat terjadi bila dikonsumsi dalam jumlah berlebihan, yakni 25.000 IU setiap hari atau lebih, vitamin A. Minyak hati ikan kod juga merupakan sumber vitamin A.

Beta karoten tidak memiliki efek toksik atau batas maksimum yang diketahui saat dikonsumsi sebagai makanan. Namun, ketika dikonsumsi dalam jumlah besar, akan muncul warna oranye reversibel di kulit, suatu kondisi yang disebut beta karotenemia. Ini bersifat reversibel saat asupan dikurangi. 

CATATAN: Menurut beberapa penelitian, perokok harus ekstra hati-hati terhadap suplementasi vitamin A sendiri karena dapat meningkatkan risiko kanker paru-paru. Berkonsultasilah dengan dokter terlebih dulu.   

3. Zat Besi

Zat besi merupakan mineral yang paling melimpah di bumi. Pada tabel periodik, zat besi merupakan unsur kimia dengan simbol Fe (besi). Namun, rata-rata orang hanya memiliki 3-4 gram (1 sendok teh) zat besi di dalam tubuh, sebagian besar dalam hemoglobin. Sisanya terdapat di otot, sumsum tulang, hati, dan limpa. Meskipun jumlah ini relatif kecil dalam tubuh, anemia defisiensi besi diperkirakan memengaruhi dua miliar orang di seluruh dunia, kebanyakan wanita dan anak-anak.

 Zat besi sangat penting untuk produksi hemoglobin. Bila kadarnya rendah, seseorang didiagnosis dengan anemia defisiensi besi. Rendahnya kadar zat besi pada anak-anak dapat mengakibatkan retardasi pertumbuhan.

Faktor Risiko Defisiensi Zat Besi

  • Bayi yang lahir dari ibu yang kekurangan zat besi
  • Diet rendah makanan kaya zat besi (daging, unggas, bayam, kacang polong, kacang hijau, kelapa, buah-buahan kering)
  • Masalah usus (penyerapan yang buruk, usus bocor, sering diare, penyakit Crohn, kolitis ulseratif, dll.)
  • Pendarahan (perdarahan menstruasi, perdarahan gastrointestinal, atau cedera)

Zat besi dalam makanan hewani diserap lebih baik dan dikenal sebagai zat besi heme. Zat besi dari makanan nabati disebut zat besi nonheme.

Gejala Defisiensi Zat Besi

  • Kulit pucat
  • Kelelahan (bisa karena anemia atau disfungsi mitokondria karena ketidakmampuan untuk menghasilkan energi atau ATP yang memadai)
  • Kerewelan dan lekas marah
  • Detak jantung cepat
  • Mengidam kotoran atau es, suatu kondisi yang disebut pica
  • Anak-anak mungkin memiliki masalah kognitif serta pertumbuhan dan perkembangan yang buruk

Cara Mengatasi Defisiensi Zat Besi

Selama ibu tidak kekurangan zat besi, ASI umumnya mengandung zat besi yang cukup untuk pertumbuhan bayi hingga usia 6 bulan. Anak-anak yang tidak disusui harus mengonsumsi susu formula yang diperkaya zat besi. Memastikan ibu mengonsumsi multivitamin yang mengandung zat besi merupakan salah satu cara terbaik untuk memastikan anak yang diberi ASI menerima nutrisi yang cukup. 

Jika tidak disusui, WHO (Organisasi Kesehatan Dunia) merekomendasikan suplementasi zat besi 2 mg/kg/hari pada anak-anak dari usia 6 hingga 23 bulan jika makanannya belum mencakup makanan yang diperkaya atau jika mereka tinggal di negara berkembang di mana prevalensi anemia mencapai angka 40% atau lebih. 

Anak-anak dan orang dewasa harus mengonsumsi makanan kaya zat besi, termasuk daging, unggas, dan sayuran berdaun hijau, jika memungkinkan. Jika tidak memungkinkan untuk mengonsumsi makanan di atas, pertimbangkan multivitamin dengan zat besi atau suplemen zat besi terpisah.

4. Seng 

Menurut Journal of Nutrition, hampir 45% orang Amerika memiliki asupan seng yang tidak memadai dalam makanan mereka. Di seluruh dunia, lebih dari 15% orang mengalami kekurangan seng. Anak-anak terpengaruh secara negatif ke tingkat yang lebih besar.

Seng juga memainkan peran penting bagi kesehatan otak, di mana kadarnya sepuluh kali lebih besar dibandingkan di dalam darah. Enzim memerlukan seng di otak dan di seluruh tubuh. Seng terlibat dalam lebih dari 300 reaksi biokimia dan merupakan komponen penting bagi lebih dari 2.000 protein.

Gejala Defisiensi Seng

  • Berkurang atau hilangnya sensasi rasa
  • Penurunan indra penciuman
  • Peningkatan risiko infeksi
  • Peningkatan risiko infeksi usus
  • Diare kronis
  • Kulit kering (dermatitis)
  • Tertundanya pertumbuhan pada anak-anak
  • Ibu hamil dengan kadar seng rendah dapat meningkatkan risiko autisme pada anak mereka 
  • Jumlah sperma yang rendah mengakibatkan kemandulan

Sumber Makanan Terbaik untuk Seng

Makanan di bawah ini (per 3 gram) merupakan sumber seng yang paling berlimpah. Untuk alasan yang jelas, banyak dari makanan ini tidak mudah diperoleh di seluruh dunia atau mungkin tidak sesuai secara budaya.

  • Tiram – 74 mg
  • Daging Sapi Panggang – 7 mg
  • Kepiting Alaska – 6,5 mg
  • Daging Burger Sapi – 3 mg
  • Sereal sarapan – 3,5 mg
  • Lobster – 3,4 mg
  • Potongan daging babi – 2,9 mg
  • Kacang Panggang – (1/2 cangkir) 2,9 mg
  • Ayam – 2,4 mg
  • Yoghurt buah – (8 ons) 1,9 mg

Cara Mengatasi Defisiensi Seng

Idealnya, seng harus dikonsumsi dengan makan lebih banyak makanan yang tercantum di atas. Namun, itu tidak selalu memungkinkan. Oleh karenanya, pertimbangkan untuk mengonsumsi suplemen. Suplemen seng tersedia dalam berbagai bentuk, termasuk Seng Pikolinat, Seng Glukonat, Seng Bisglisinat, dan Seng Sitrat. Keempatnya merupakan yang paling baik diserap tubuh. Dosis harian yang umum adalah 10 mg sampai 25 mg. Multivitamin berkualitas yang mengandung seng juga dapat dipertimbangkan.

5. Yodium

Yodium merupakan mineral penting. Pada tabel periodik, yodium dilambangkan dengan Simbol I. Selain untuk fungsi tiroid, yodium memiliki banyak peran penting lainnya bagi kesehatan manusia. Gangguan kekurangan yodium memengaruhi 740 juta orang di seluruh dunia, menjadikannya salah satu kasus defisiensi paling umum. 

Faktor Risiko Defisiensi Yodium

  • Asupan makanan yang rendah
  • Kehamilan (bayi mengekstraknya dari ibu)
  • Penggunaan tembakau dan penggunaan Alkohol 

Gejala Defisiensi Yodium

  • Gondok (pembengkakan pada leher)
  • Hipotiroidisme (tiroid kurang aktif)
  • Keguguran (terjadi ketika ibu dan janin kekurangan yodium)
  • Lahir meninggal (ibu dan janin sangat kekurangan yodium)
  • Kecerdasan Berkurang/IQ (Intelligence Quotient) Rendah
  • Perawakan pendek/Gangguan pertumbuhan pada anak
  • Awal pubertas yang tertunda pada anak laki-laki dan perempuan

Cara Mengatasi Defisiensi Yodium

Meningkatkan konsumsi telur dan produk olahan susu seperti susu, yoghurt, dan keju dapat membantu memastikan asupan yodium.

Menggunakan garam yang diperkaya yodium untuk penyedap juga dapat sangat membantu. Sayuran laut seperti kelp, dulse, dan nori kaya akan yodium. Ikan seperti kod dan tuna juga merupakan sumber yodium yang baik.

Bila hal ini tidak memungkinkan, sebaiknya konsumsi multivitamin dengan yodium. Bayi sampai usia enam tahun memerlukan minimal 90 mcg yodium per hari. Jika seorang ibu sedang menyusui, suplemen dapat membantu memenuhi kebutuhan ini. Anak-anak usia 6 hingga 12 tahun memerlukan 120 mcg yodium per hari. Mereka yang berusia 13 tahun ke atas memerlukan setidaknya 150 mcg yodium, yang umum di sebagian besar multivitamin. Wanita hamil dan menyusui memerlukan sekitar 300 mcg yodium setiap hari, sekitar dua kali lipat dari dosis yang dianjurkan untuk orang dewasa. 

Referensi:

  1. https://www.who.int/health-topics/micronutrients#tab=tab_1 , Accessed October 7, 2022
  2.  Müller O, Krawinkel M. Malnutrition and health in developing countries. CMAJ. 2005 Aug 2;173(3):279-86. doi: 10.1503/cmaj.050342. PMID: 16076825; PMCID: PMC1180662
  3. Bailey RL, Dodd KW, Gahche JJ, et al. Total folate and folic acid intake from foods and dietary supplements in the United States: 2003-2006. Am J Clin Nutr 2010;91:231-7
  4.  European Journal of Clinical Nutrition. 2017 Feb;71(2):159-163. doi: 10.1038/ejcn.2016.194. Epub 2016 Oct 12.
  5.  Levine SZ, Kodesh A, Viktorin A, et al. Association of maternal use of folic acid and multivitamin supplements in the periods before and during pregnancy with the risk of autism spectrum disorder in offspring. JAMA Psychiatry 2018;75:176-84.
  6. He H, Shui B. Folate intake and risk of bladder cancer: a meta-analysis of epidemiological studies. International Journal Food Science Nutrition 2014;65:286-92.
  7. https://www.who.int/data/nutrition/nlis/info/vitamin-a-deficiency#:~:text=In%20its%20more%20severe%20forms,months%20of%20losing%20their%20sight accessed October 9, 2022
  8. Nutrition and Cancer. 2009;61(6):767-74. doi: 10.1080/01635580903285155. Lung Cancer risk and Beta-Carotene
  9. Díaz JR, de las Cagigas A, Rodríguez R. Micronutrient deficiencies in developing and affluent countries. Eur J Clin Nutr. 2003 Sep;57 Suppl 1:S70-2. doi: 10.1038/sj.ejcn.1601820. PMID: 12947458.
  10. Hurrell R, Egli I. Iron bioavailability and dietary reference values. Am J Clin Nutr 2010;91:1461S-7S.
  11. Hoes MF, Grote Beverborg N, Kijlstra JD, et. al. Iron deficiency impairs contractility of human cardiomyocytes through decreased mitochondrial function. Eur J Heart Fail. 2018 May;20(5):910-919.
  12. https://ods.od.nih.gov/factsheets/iron-healthprofessional/#h7 accessed October 9, 2022
  13. Ciubotariu D, Ghiciuc CM, Lupușoru CE. Zinc involvement in opioid addiction and analgesia – should zinc supplementation be recommended for opioid-treated persons? Substance Abuse Treatment, Prevention, and Policy. 2015;10:29. doi:10.1186/s13011-015-0025-2.
  14. Mocchegiani, E.; Bertoni-Freddari, C.; Marcellini, F.; Malavolta, M. Brain, aging and neurodegeneration: Role of zinc ion availability. Prog. Neurobiol. 2005, 75, 367–390.
  15. Andreini, C.; Banci, L.; Bertini, I.; Rosato, A. Counting the zinc-proteins encoded in the human genome. J. Proteome Res. 2006, 5, 196–201. 
  16. Vela G, Stark P, Socha M, Sauer AK, Hagmeyer S, Grabrucker AM. Zinc in Gut-Brain Interaction in Autism and Neurological Disorders. Neural Plasticity. 2015;2015:972791. doi:10.1155/2015/972791.