Anda mengalami kesulitan tidur dan tampaknya tidak bisa menghilangkan rasa lelah berkepanjangan. Tubuh terasa pegal, dan persendian terasa kaku. Meskipun belum mengubah pola makan atau rutinitas olahraga, berat badan Anda bertambah. Meskipun mungkin sulit untuk mengetahui apa yang terjadi dengan tubuh Anda, masalah kesehatan yang Anda alami bisa jadi disebabkan oleh inflamasi kronis.

Apa solusinya? Cara mengatasinya bukanlah dengan meminum obat tidur untuk insomnia atau ibuprofen untuk menghilangkan rasa sakit. Dan, memulai rutinitas penurunan berat badan mungkin tidak akan berdampak sebesar yang Anda harapkan. 

Meskipun perbaikan jangka pendek ini dapat memberikan kelegaan sementara, perbaikan tersebut tidak akan mengatasi akar masalah kesehatan Anda, membalikkan masalah, atau melindungi tubuh Anda dari kerusakan lainnya yang akan timbul. Solusi sebenarnya dimulai di toko kelontong, bukan toko obat atau pusat diet. Biarkan makanan menjadi obat Anda, dan terapkan pola makan antiinflamasi.

Hippocrates, bapak kedokteran modern dan penganjur penggunaan makanan untuk menyembuhkan tubuh, memang benar. Ada hubungan yang kuat antara pola makan dan kesehatan, terutama seputar dampak makanan terhadap inflamasi. Hari ini, 2.400 tahun setelah Hippocrates, semakin banyak penelitian yang menunjukkan bahwa pola makan nabati yang sehat dan utuh lebih efektif dalam membalikkan inflamasi kronis dibandingkan obat-obatan tanpa efek samping yang merugikan. Sebaliknya, pola makan tinggi lemak jenuh, gula, bahan buatan, dan makanan rendah gizi bisa meningkatkan inflamasi. 

Tidak seperti obat penghilang rasa sakit dengan efek samping negatif seperti gangguan pencernaan, sakit kepala, dan pusing, mengonsumsi makanan antiinflamasi justru memberikan manfaat positif. Pola makan ini, yang sering disebut DASH atau diet Mediterania, dapat membantu Anda menurunkan atau mempertahankan berat badan, memperbaiki suasana hati, serta meningkatkan kesehatan usus. Selain itu, Anda dapat mengurangi risiko berbagai penyakit yang terkait dengan inflamasi kronis, termasuk diabetes, penyakit jantung, dan beberapa penyakit kronis lainnya. 

Akan memasuki masa menopause? Mengonsumsi lebih banyak makanan antiinflamasi dapat membantu menyeimbangkan hormon serta mengurangi hot flashes, kabut otak, dan kenaikan berat badan di masa menopause. 

Apa Itu Inflamasi? 

Inflamasi merupakan salah satu cara utama sistem imun mempertahankan dan melindungi tubuh Anda serta memulai proses penyembuhan. Proses ini dimulai saat sel darah putih mengenali rangsangan berbahaya atau asing atau merespons cedera. Sel darah putih ini bertindak seperti penjaga yang siaga, membantu mencegah lewatnya penyerbu asing. 

Saat sel darah putih mendeteksi sesuatu yang salah, sel-sel ini memberi tahu sel lain melalui pembawa pesan kimia sehingga sel lain dapat mencegah infeksi dan menyembuhkan jaringan yang rusak. Respons tersebut meningkatkan aliran darah ke area yang terdampak, meningkatkan inflamasi dan menyebabkan rasa sakit, kemerahan, panas, atau bengkak. 

Ada dua jenis inflamasi, yakni akut dan kronis. 

Inflamasi Akut

Inflamasi akut terjadi dengan cepat dan singkat, hanya berlangsung selama beberapa jam atau hari. Inflamasi akut dapat dipicu oleh trauma fisik (seperti jari teriris atau patah tulang), patogen seperti virus, atau paparan racun.  

Saat terserang flu atau pilek, tubuh Anda merespons dengan inflamasi akut. Sel darah putih mendeteksi virus dan memberi sinyal pada sel darah putih tambahan untuk melawan infeksi melalui inflamasi. Respons tersebut memicu rangkaian kejadian yang menyebabkan gejala yang berhubungan dengan sakit, seperti sakit tenggorokan dan batuk.

Inflamasi Kronis

Kebalikan dari inflamasi akut, inflamasi kronis berkembang secara perlahan dan berjangka panjang, berlangsung selama berbulan-bulan sampai bertahun-tahun. Tidak seperti inflamasi akut, inflamasi kronis berlanjut setelah pemicu awal menghilang. Berapa lama ini berlangsung tergantung pada penyebab inflamasi awal dan seberapa baik tubuh dapat menyembuhkan dirinya sendiri. 

Inflamasi kronis dikaitkan dengan nyeri kronis dan berbagai penyakit, termasuk diabetes, radang sendi, alergi, lupus, penyakit jantung, dan penyakit paru obstruktif kronis (PPOK). Menurut National Institute of Health, “Penyakit inflamasi kronis menjadi penyebab utama kematian di dunia.” 

Secara global, tiga dari lima orang meninggal akibat penyakit inflamasi kronis, dan jumlahnya terus meningkat. Rand Corporation memperkirakan bahwa hampir 60% orang Amerika memiliki setidaknya satu kondisi terkait inflamasi kronis, dan 12% memiliki lebih dari lima. 

Banyak faktor yang dapat meningkatkan risiko inflamasi kronis. Ini termasuk usia, merokok, obesitas, stres, kurang gerak, kurang tidur, rendahnya kadar hormon seks seperti estrogen dan testosteron, serta pola makan. 

Mendiagnosis Inflamasi Kronis

Tidak seperti pengujian untuk kondisi seperti kekurangan zat besi, pradiabetes, atau kolesterol tinggi, tidak ada pengujian yang pasti untuk inflamasi kronis. Namun, kedua pengujian murah ini dapat memberikan informasi tentang tingkat keseluruhan inflamasi di dalam tubuh: 

  • Protein C-reaktif (CRP): Diproduksi oleh hati, CRP meningkat saat mengalami inflamasi (akut atau kronis) atau infeksi.
  • Fibrinogen: Juga diproduksi di hati, fibrinogen meningkat saat mengalami inflamasi dan dapat membantu mengidentifikasi inflamasi kronis.

Umumnya, pengujian ini dilakukan setelah kondisi medis lain pertama kali terdiagnosis.

Menerapkan Pola Makan Antiinflamasi

Baik Anda memiliki penyakit tertentu yang terkait dengan inflamasi ataupun tidak, tak ada ruginya untuk mengonsumsi makanan antiinflamasi. Makanan antiinflamasi sangat lezat dan bergizi. Mengonsumsi lebih banyak makanan antiinflamasi menjadi salah satu cara paling efektif untuk membalikkan penyakit kronis serta meningkatkan rentang hidup dan kesehatan Anda. 

Kabar baiknya adalah Anda dapat melakukan perubahan seiring berjalannya waktu. Mulailah dari yang paling sederhana lalu secara bertahap tingkatkan jumlah makanan antiinflamasi yang Anda konsumsi dan kurangi makanan proinflamasi. Inilah yang harus dikonsumsi dan yang harus dihindari.

Makanan yang Meningkatkan Inflamasi

Makanan yang dapat meningkatkan inflamasi bersembunyi di balik makanan cepat saji dan makanan rendah gizi. Makanan ini meliputi gula tambahan, karbohidrat olahan, gorengan, nitrat dan nitrit, bahan buatan, asam lemak omega-6, serta lemak jenuh dan trans. Anda dapat menentukan apakah makanan kemasan mengandung makanan proinflamasi dengan membaca label makanan. Berikut tipnya: Jika Anda tidak bisa memutuskan suatu bahan dan tidak tahu bahan apa itu, bisa jadi bahan tersebut tidak alami. 

Gula Tambahan

Gula berkontribusi terhadap inflamasi dengan meningkatkan kadar gula darah, yang meningkatkan insulin dan bahan kimia proinflamasi lainnya. Meskipun rata-rata orang Amerika mengonsumsi sekitar 77 gram gula setiap hari, America Heart Association merekomendasikan agar pria mengonsumsi di bawah 36 gram dan wanita di bawah 25 gram gula setiap hari.

Menemukan gula tambahan tidak semudah kelihatannya karena gula tambahan memiliki banyak nama, termasuk sirup jagung, sirup jagung tinggi fruktosa, sukrosa, dan dekstrosa. Gula tambahan juga berasal dari madu, sirup maple, gula kelapa, molase, serta konsentrat jus buah. Dengan membaca Label Fakta Gizi, Anda dapat mengetahui dengan tepat berapa gram gula tambahan yang terkandung dalam makanan kemasan. 

Pemanis Buatan

Meski menggoda, jangan mengganti gula biasa dengan pemanis buatan seperti sukralosa atau aspartam. Penelitian telah mengaitkan beberapa pemanis buatan dengan risiko masalah kardiovaskular dan stroke yang lebih tinggi. Meskipun para ahli tidak begitu yakin mengapa pemanis buatan dapat berdampak buruk bagi kesehatan jantung, beberapa peneliti berhipotesis bahwa pemanis buatan dapat memicu inflamasi serta mengubah metabolisme normal, mikrobioma usus, dan pembuluh darah. 

Untungnya, ada beberapa pemanis alami rendah kalori yang sehat dan tidak meningkatkan inflamasi. Ini termasuk eritritolsilitolstevia, dan buah monk. Penelitian telah menunjukkan bahwa buah monk mengandung antioksidan yang dapat mengurangi inflamasi.

Pewarna, Perisa, dan Pengawet Buatan

Anda sebaiknya mengurangi konsumsi makanan yang mengandung pewarna, perisa, dan pengawet buatan. Mengapa? Tubuh Anda bisa menganggap zat buatan ini sebagai penyerbu asing dan memicu respons imun yang mengakibatkan inflamasi. 

Daging Merah dan Olahan

Mengurangi daging merah dan daging olahan seperti hot dog, bakon, dan daging deli juga dapat membantu mengurangi inflamasi. 

Lemak Trans, Jenuh, dan Omega-6

Periksa jenis lemak yang Anda gunakan. Lemak terburuk untuk inflamasi adalah lemak trans. Untungnya, pada tahun 2020, lemak ini telah dilarang oleh FDA, tetapi Anda dapat menemukannya meski dalam jumlah kecil dalam makanan olahan. Baca label dan hindari produk yang mengandung minyak terhidrogenasi parsial. 

Kurangi lemak jenuh dan minyak tinggi lemak omega-6, seperti minyak jagung dan kedelai. Lemak jenuh cenderung padat pada suhu ruangan dan umumnya ditemukan pada makanan hewani seperti daging merah marmer, keju, dan mentega. 

6 Makanan yang Mengurangi Inflamasi

Untungnya, ada banyak makanan enak yang bisa menjadi pengganti makanan proinflamasi. 

1. Buah dan Sayuran

Mulailah dengan menantang diri sendiri untuk “mengonsumsi buah dan sayuran yang warnanya beragam” serta tambahkan lebih banyak buah dan sayuran ke dalam porsi makan Anda. Mulailah hari dengan mengonsumsi smoothie antiinflamasi kaya protein (cari protein bubuk vegan) yang mengandung bluberi dan sayuran segar atau bubuk kale. Untuk makan siang dan makan malam, penuhi setidaknya setengah piring Anda dengan sayuran sehat seperti bayam, brokoli, kale, kembang kol, dan kubis. Jadikan buah, terutama beri dan ceri, yang dikemas dengan bahan kimia antiinflamasi sebagai camilan dan hidangan penutup. 

2. Biji-bijian Utuh

Ganti roti tawar olahan, pasta biasa, dan nasi putih dengan roti gandum, pasta berbahan dasar polong-polongan atau gandum utuh, serta beras merah atau kinoa.

3. Protein Sehat

Alih-alih mengonsumsi daging merah dan daging deli, cobalah ikan atau polong-polongan. Pilihan makanan laut yang baik meliputi salmon, yang tinggi asam lemak omega-3 untuk melawan inflamasi, sardentuna, makerel, dan ikan teri. Tak perlu membeli ikan segar. Cukup dengan menstok makanan kalengan favorit Anda dan gunakan untuk sandwich ataupun salad. 

Polong-polongan seperti lentil, edamame, kacang Arab, kacang hijau, kacang navy, kacang hitam, dan kacang merah merupakan pilihan protein yang baik. Legum ini juga mengandung serat, yang menawarkan sejumlah manfaat, mulai dari mendukung penurunan berat badan hingga menurunkan kolesterol dan gula darah. Konsumsi sup berbahan dasar polong-polongan seperti minestrone untuk makan siang atau makan malam cepat, atau tambahkan kacang kalengan ke dalam sup, semur, dan salad. 

4. Camilan Antiinflamasi

Mencari alternatif antiinflamasi untuk keripik atau pretzel? Nikmati camilan kacang Arab atau kacang fava, segenggam kecil kacang-kacangan, atau satu ons cokelat hitam yang mengandung minimal 70% atau lebih padatan kokoa. 

5. Lemak Tak Jenuh Tunggal

Gunakan minyak yang tinggi lemak tak jenuh tunggal, seperti minyak zaitun, minyak alpukat, dan minyak biji rami. Minyak zaitun memiliki banyak kegunaan di dapur, rasanya enak, dan penelitian menunjukkan minyak ini dapat mengurangi inflamasi, meningkatkan mikrobioma usus, serta menurunkan risiko penyakit kardiovaskular.

6. Teh Hijau

Ganti soda biasa atau diet dengan teh hijau. Sejumlah besar penelitian telah menunjukkan bahwa teh hijau dan senyawa dalam teh hijau yang disebut EGCG memiliki beragam efek antiinflamasi dan melawan berbagai penyakit, termasuk diabetes. Teh hijau tidak memiliki efek samping negatif yang parah bila dikonsumsi dalam jumlah sedang. Namun, hindari minum terlalu banyak, karena dapat menyebabkan kerusakan hati atau kecemasan akibat kelebihan kafein.

Suplemen untuk Mengurangi Inflamasi

Beberapa suplemen dapat membantu mengurangi inflamasi dan risiko masalah kesehatan kronis, terutama dalam hubungannya dengan konsumsi makanan antiinflamasi. Pilihan terbaik meliputi kurkumin, asam lemak omega-3, jahe, bawang putih, vitamin C dan D, serta ekstrak teh hijau. Konsultasikan dengan dokter sebelum mengonsumsi suplemen baru, terutama jika Anda sedang mengonsumsi obat atau memiliki kondisi medis tertentu.

Kurkumin

Ditemukan dalam bumbu kunyit dan digunakan dalam masakan India, kurkumin menawarkan berbagai manfaat kesehatan terutama karena sifat antioksidan dan antiinflamasinya. Penelitian menunjukkan bahwa kurkumin dapat membantu mengurangi rasa sakit setelah berolahraga serta membantu mengendalikan kondisi inflamasi, termasuk radang sendi, hiperlipidemia, dan sindrom metabolik. Selain itu, kurkumin umumnya dianggap aman tetapi efektif bila digunakan dengan dosis yang tepat. Anda juga bisa menambah asupan kurkumin dengan memasak menggunakan kunyit. 

Bawang Putih dan Jahe

Seperti halnya kunyit, bawang putih dan jahe dapat digunakan saat memasak atau dikonsumsi sebagai suplemen untuk membantu mengurangi inflamasi. Sebuah penelitian terhadap orang-orang dengan diabetes tipe 2 menemukan bahwa peserta yang mengonsumsi 1.600 miligram jahe setiap hari selama 12 minggu terbukti secara signifikan mengurangi penanda inflamasi, glukosa puasa, HbA1c (gula darah rata-rata selama tiga bulan), insulin, trigliserida, dan kolesterol total dibandingkan dengan peserta yang mengonsumsi plasebo. Sebuah meta-analisis dari 17 uji coba terkontrol acak menemukan bahwa suplementasi bawang putih dapat mengurangi kadar CRP sirkulasi, penanda inflamasi secara signifikan.

Vitamin C dan D

Penelitian juga menunjukkan bahwa suplementasi vitamin C dan vitamin D dapat mengurangi inflamasi. Uji coba terkontrol acak dari 64 orang dengan obesitas dan hipertensi, dan/atau diabetes yang juga memiliki penanda inflamasi tingkat tinggi menemukan bahwa mengonsumsi 500 miligram vitamin C dua kali sehari selama delapan minggu terbukti mengurangi penanda inflamasi secara signifikan.  

Studi populasi telah mengaitkan kadar vitamin D dalam darah yang rendah dengan inflamasi, dan uji coba terkontrol acak menunjukkan bahwa suplementasi vitamin D dapat mengatasi inflamasi. Mengonsumsi vitamin D dapat sangat membantu jika Anda tinggal di iklim yang jarang terpapar sinar matahari alami.

Asam lemak omega-3

Mengonsumsi suplemen minyak ikan atau asam lemak omega-3 dapat membantu mengurangi inflamasi dan risiko penyakit jantung. Sejumlah penelitian yang meneliti dampak minyak ikan terhadap penyakit inflamasi kronis telah menunjukkan manfaat yang signifikan, termasuk berkurangnya penyakit dan kebutuhan akan obat antiinflamasi. Orang-orang dengan penyakit autoimun seperti artritis reumatoid, kolitis ulseratif, psoriasis, lupus, sklerosis multipel, dan sakit kepala migrain juga dapat memperoleh manfaat dari suplementasi minyak ikan. 

Poin Penting

Anda dapat mengontrol dan bahkan membalikkan inflamasi dengan mengubah gaya hidup serta pola makan dari waktu ke waktu. Buatlah satu atau dua perubahan kecil dalam pola makan setiap minggu dengan mengganti makanan inflamasi menjadi makanan antiinflamasi. Selain itu, luangkan waktu untuk berolahraga, yang membantu mengurangi inflamasi, serta belajarlah untuk mengendalikan stres. Tentunya, Anda dapat mengurangi inflamasi dan risiko penyakit. Tetapi yang lebih penting lagi, Anda akan merasa sehat dan memiliki lebih banyak energi!

Referensi:

  1. Arablou T, Aryaeian N, Valizadeh M, Sharifi F, Hosseini A, Djalali M. The effect of ginger consumption on glycemic status, lipid profile and some inflammatory markers in patients with type 2 diabetes mellitus. Int J Food Sci Nutr. 2014 Jun;65(4):515-20. 
  2. Debras C, Chazelas E, Sellem L, Porcher R, Druesne-Pecollo N, Esseddik Y et al. Artificial sweeteners and risk of cardiovascular diseases: results from the prospective NutriNet-Santé cohort BMJ 2022; 378 :e071204. 
  3. Hewlings SJ, Kalman DS. Curcumin: A Review of Its Effects on Human Health. Foods. 2017 Oct 22;6(10):92. 
  4. Li Y, Zou L, Li T, Lai D, Wu Y, Qin S. Mogroside V inhibits LPS-induced COX-2 expression/ROS production and overexpression of HO-1 by blocking phosphorylation of AKT1 in RAW264.7 cells. Acta Biochim Biophys Sin (Shanghai). 2019 Apr 1;51(4):365-374. 
  5. Marcelino G, Hiane PA, Freitas KC, Santana LF, Pott A, Donadon JR, Guimarães RCA. Effects of Olive Oil and Its Minor Components on Cardiovascular Diseases, Inflammation, and Gut Microbiota. Nutrients. 2019 Aug 7;11(8):1826. 
  6. Guasch-Ferré M, Liu G, Li Y, et al. Olive Oil Consumption and Cardiovascular Risk in U.S. Adults. J Am Coll Cardiol. 2020;75(15):1729-1739. 
  7. Ohishi T, Goto S, Monira P, Isemura M, Nakamura Y. Anti-inflammatory Action of Green Tea. Antiinflamm Antiallergy Agents Med Chem. 2016;15(2):74-90. 
  8. Pahwa R, Goyal A, Jialal I. Chronic Inflammation. [Updated 2022 Aug 8]. In: StatPearls [Internet]. Treasure Island (FL): StatPearls Publishing; 2022 Jan-.  
  9. Schwingshackl L, Christoph M, Hoffmann G. Effects of Olive Oil on Markers of Inflammation and Endothelial Function-A Systematic Review and Meta-Analysis. Nutrients. 2015 Sep 11;7(9):7651-75. 
  10. Simopoulos AP. Omega-3 fatty acids in inflammation and autoimmune diseases. J Am Coll Nutr. 2002 Dec;21(6):495-505.